Minggu, 03 Juni 2012

2 tulisan yang mengenai undang undang dan hukum ekonomi



komentar :
melanggar undang-undang pasal 39 ayat (1)UU No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal 4 kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang dibayar.

komentar :
Berkurangnya minat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mau bekerja di Arab Saudi akhir-akhir ini disebabkan pemberitaan media massa Indonesia yang terlalu negatif atas kondisi yang dialami para TKI di negara kerajaan tersebut. Demikian

5 Tulisan yang diKomentari


komentar :
hukum perusahaan perlu adanya untuk mengatur atau memanajementkan perusahan dengan baik, dan koporasi dalam hukum perusahaan penting pula, dengan beberapa korporasi yang  dibedakan berdasarkan kepemilikan,jadi dengan korporasi yang berbeda pengaturan hukum perusahaan pun berbeda.

komentar :
masi banyaknya orang yang rakus akan uang yang banyak dan mendapatkannya dengan cara yang haram, tidak kurang transparannya  dalam perpajakan di Indonesia membaut banyak oknum  mengambil kesempatan untuk memperkaya diri dengan mempermainkan pajak, dan kurangnya pengawasan dan sadar akan korupsi membuat rugi negara dan rakyat Indonesia.
Bagaimana pun penggunaan faktur pajak fiktif harus ditindak tegas, dan tidak boleh terulang kembali agar tidak banyak yang melakukan korupsi .


komentar:
dari tulisan yang tercantum pada link diatas, disitu dilampir kan untuk mendapatkan hak paten,  hak paten sangat perlu untuk mepatenkan nama perusahaan atau dll, agar tidak dapat diakui orang lain sebagai miliknya

komentar:
hukum ini diberlakukan untuk kerjasama antara dua orang atau lebih,.

komentar :
disini perlu dibentuk lagi tim khusus untuk pemberantasan korupsi atas penyelewengan pajak untuk memperkaya diri, sudah banyak uang yang seharusnya masuk kekas andai saja tidak banyak yang mengkorupsi uang pajak, memang perpajakan adalah sasaran empuk untuk menyeludupkan uang, maka dari itu perlu tim pembantu KPK untuk memberantas korupsi yang bertambah merajalela

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI


Pengertian
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Cara-cara penyelesaian sengketa
Suatu konflik atau sengketa tidak akan selesai sampai konflik atau sengketa tersebut terselesaikan. Sebenarnya penyelesaian sengketa secara damailah yang diinginkan. Dimana bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar individu,kelompok,organisasi,lebaga bahkan antar negara sekalipun. Namun dengan cara perdamaian haruslah dengan hati yang lapang menerima segala kesepakatan yang disetujui. Dan dengan cara damai haruslah adil dimana yang berhak mendapatkan dialah yang berhak mendapatkan, dan yang tidak berhak mendapatkan haruslah menerima kalau hal yang dipermasalahkan bukan mmenjadi haknya. Penyelesaian sifatnya adalah segera. Karena jika tidak segera ditanggapi dengan tanggap maka permasalahan atau sengketa akan semakin memuncak. Dimana masalah bisa menjadi semakin besar  dan mengakibatkan adanya kekerasan diantara kedua belah pihak tersebut.

Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan). Jelas sekali dalam undang-undang sudah tercantum pasal mengenai perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Yang jelas kita lihat adalah koperasi dimana koperasi menggunakan asas kekeluargaan. Dan banyak pula kita jumpai perusahaan besar yang dalam operasi usahanya menggunakan jenis koperasi. Dimana segala sesuatunya dijalankan bersama dan dengan asas kekeuargaan. Tak heran jika perusahaan tersebut sukses besar. Karenan dengan asas kekeluargaan semua dibicarakan dengan adanya saling menghormati dan menghargai pendapat, hak dan kewajiban masing-msing anggotanya. Nah kita kembali ke topik bahasan, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui berbagai macam cara. Cara-cara tersebut diantaranya sebagai berikut:

1.      Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, tidak melibatkan pihak ketiga, dan diantara keduanya tidak ada lagi berselisih paham setelah mendapatkan keputusan penyelesaian sengketanya, serta keduanya saling menerima kesepakatan yang diambil tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dimana keduanya tidak ada yang merasa dirugikan.
2.      Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak keduanya dimaksud untuk mencari fakta.
Hal ini bisa kita sebut misalnya melalui kepolisian, dimana akan dikupas tuntas, diselidiki hingga ketemu akar masalahnya. Dan fakta yang benar itulah yang benar dan harus diterima oleh kedua belah pihak.
Selain itu, contoh yang bisa kita ambil adalah dalam sengketa perebutan anak. Dimana siapa yang menjadi orang tua kandungnya. Hal ini bisa meminta pihak ketiga(pihak rumah sakit) untuk melakukan tes DNA. Dimana hasil yang keluar dari pihak rumah sakit menjadi bukti dari sengketa tersebut yang kemudian untuk dijadikan penyelesaiannya..

3.      Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Bisa kita ambil contoh kedua pihak yang bersengketa sudah tidak bisa mengatasi masalahnya atau sudah  bosan menghadapinya, oleh karena itu mereka menggunakan jasa seperti pengacara. Dalam hal ini pihak yang bersengketa memberikan kuasa kepada jasa yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Sering kita sebut pengacara. Dimana pengacara mencari bukti kebenaran yang memihak kepada yang memberi perintah namun tetap mematuhi peraturan undang-undang yang berlaku. Selain itu juga bisa kita ambil contoh, klien atau yang bersengketa misalkan saja mengurus atau menyelesaikan kasusnya ke dinas pemerintahan yang mengurus masalah hak milik tanah dan bangunan. Disini pemerintah akan berusaha untuk mencari kebenaran yang ada tanpa menyembunyikan fakta sekecil apapun. Hasil yang dicapai tentu harus diterima kedua pihak yang bersengketa.

Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1.      Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya. Yang dimaksudkan disini, karena dengan kekayaan orang tersebut dapat menyuap jaksa atau bahkan dapat memanipulasi data.
2.      Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan. Disini orang besar atau orang kaya dengan kekuasaan mereka serta kepandaiannya mereka mengerti akan prosedur yang harus dilalui, jauh dengan kalangan rakya biasa yang tidak mengerti atau kekurang pahaman mereka akan setiap prosedur, dengan kekurang pahaman kalangan biasa hal ini bisa sangat mudah mereka dibohongi oleh kalangan besar dengan manipulasi data atau fakta yang sesungguhnya terjadi.

Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1.      Untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
kenapa suatu konflik diperkarakan, karena keduanya sama-sama menginginkan ap yang diperebutkan itu menjadi miliknya. Oleh karenanya mereka memperkarakan suatu sengketa dan mencari pemecahannya yang menurut mereka itu adil.
2.      Pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Yang dimaksud adalah karena kedua belah pihak sudah lama menunggu suatu konflik yang telah berkepanjangan ini segera usai. Oleh karena itu kedua  belah pihak memperkarakan dengan melaporkan kepada polisi atau pengacara atau dengan penyelidikan bermaksud untuk lebih cepat mendapatkan hasil yang diperkarakan..
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
Memperkarakan sengketa melalui pengadilan justru akan membuat semakin lama karena begitu banya prosedur yang harus diikuti. Selain itu juga dalam pengadilan prosesnya lebih dan sangat forma. Disamping biaya yang sangat tinggi karena harus membayar administrasi dan pengacara yang super mahal, memperkarakan melalui pengadilan justru secara umum tidak dianggap dan kurang memberi kesempatan yang wajar bagi yang rakyat biasa. Berikut  lebih ringkasnya dari penjelasan barusan :
1.      Lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2.      Biaya tinggi (very expensive),
3.      Secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4.      Kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.


Negosiasi
sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.Contoh kasus mengenai negosiasi, seperti Christopher Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai ekspedisinya saat Inggris dalam perang besar yang memakan banyak biaya
Mediasi
upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.

Arbitrase
yang dalam dunia ekonomi dan keuangan adalah praktik untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan. Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian transaksi atas dua pasar keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah berasal dari selisih antara harga pasar yang satu dengan yang lainnya.
Dalam dunia akademis, istilah "arbitrase" ini diartikan sebagai suatu transaksi tanpa arus kas negatif dalam keadaan yang bagaimanapun, dan terdapat arus kas positif atas sekurangnya pada satu keadaan , atau dengan istilah sederhana disebut sebagai "keuntungan tanpa risiko" (risk-free profit).

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
a.       Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
 
b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah: 
     1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)

2. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)

Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
 
c.Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:

1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut.

2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.

3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:

1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)


Sumber :
http://novianichsanudin.blogspot.com/2011/03/perbandingan-antara-perundingan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pengertian-sengketa/
http://yuarta.blogspot.com/2011/03/cara-cara-penyelesaian-sengketa.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Arbitrase

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


Pengertian
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Azas dan Tujuan
Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Kegiatan yang dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya .

Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a.    Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b.    Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c.    Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d.    Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.

8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.




Hal-hal yang dikecualikan dalam UU anti monopoli

Bagian Pertama Umum
Pasal 25
1. Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2. Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaJabatan Rangkap
Pasal 26
a. Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut: berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Ketiga Pemilikan Saham
Pasal 27
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Keempat Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Pasal 28
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
2. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Komisi Pengawas Pesaingan Usaha (KPPU)
adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
  1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
  2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
  1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
  2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
  3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
  4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
  5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
  6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
  7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
  8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.